Bismillah rahmanirrahim
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt, karena atas perkenannyalah sehingga novel yang berjudul "cinta di ujung tanduk 'aman-aman saja' " ini dapat selesai. Shalawat serta salam marilah kita kirimkan atas junjungan kita Nabiullah muhammad saw, serta para sahabatnya, mudah- mudahan apa yang kita kerjakan hari ini dan hari-hari sebelumnya dapat bernilai ibadah disisi Allah swt. dan semoga ibadah kita kedepannya senantiasa mendapatkan berkah dari Allah swt.
Para pembaca yang budiman dan insya Allah selalu dirahmati oleh Allah. Pada novel pertamaku ini, saya akan mengangkat sebuah kisah, hubungan dua sejoli yang hari-harinya selalu ditimpa masalah. Mulai dari kehidupan keluarga masing-masing , pekerjaan sampai pada hubungan mereka. Namun pada akhirnya, hubungan mereka yang nyaris saja putus dan hancur menjadi bahagia. Bagaimana kisahnya??? Marilah para pembaca, membaca dan menyimak ceritanya. Insya Allah, yang membaca akan mendapatkan banyak sekali nilai moral.
Sebagai penulis, saya mengucapkan banyak terima kasih pada seluruh pihak yang telah membantu sampai pembuatan novel ini selesai. Dalam cerita ini, sama sekali tidak ada keinginan untuk menyinggung perasaan siapapun.Cerita ini murni ciptaan dari penulis berdasarkan imajinasi yang dipadu dengan berbagai sumber inspirasi.
Selamat membaca.
- Episode 1
Pagi yang begitu dingin, angin bertiup sedemikian kencang sehingga embun dipepohonan berlalu meninggalkan daun-daunnya, bahkan sebagian besar daun-daun itu pun meninggalkan rantingnya begitu juga dengan ranting diapun pergi meninggalkan batangnya menuju ke permukaan bumi yang lebih rendah. Sesekali Bapak Muransa mengintip alam luar lewat jendela rumah mereka yang pun hampir jatuh oleh terpaan angin dipagi itu. Berkali-kali Pak Muransa melakukannya, kali ini dia mondar-mandir layaknya setrikaan yang tak kunjung licin. Disela jari telunjuk dan jari tengahnya terselip sebatang rokok tembakau yang baru saja dipilinnya. Mondar-mandir, mondar-mandir lagi, sambil mengerutkan kening lalu mengusap kepalanya, tempakau dihisam dalam-dalam lalu dihembuskan perlahan. Matanyapun mengikuti kepulan asap yang keluar dari mulutnya lalu meniup kepulan asap itu hingga menyebar. Entah apa yang dipikirkan...
Ditempat lain, di dapur Ibu Muransa sibuk menyiapkan sarapan untuk anak-anaknya yang akan berangkat sekolah. Ekspresi yang sama terjadi pada wajahnya, yah.. sama seperti ekspresi wajah pak Muransa. Bingung.... Bu Muransa bingung harus menyiapkan apa untuk anak-anaknya. Di meja makan hanya ada sebakul nasi dan sayur bening tanpa ikan, tanpa tempe ataupun tahu dan semacamnya. Dalam hatinya dia bergumam, " bisakah anakku makan dengan hidangan seperti ini?, apakah aku akan menghidangkan garam dapur ini sebagai lauknya, Ya Allah...berilah hamba petunjukmu" Bu Muransa menarik nafas panjang kemudian berjalan cepat-cepat menuju tempat rempah-rempah, seolah mendapatkan petunjuk, dia membuka semua box-box rempah, entah apa yang dicarinya. Tiba-tiba matanya tertuju pada sebuah kaleng mentega yang berisi minyak bekas penggorengan ikan kering. Segera dia mengangkat kaleng usang itu sambil memutar-mutar bola matanya seakan ingin menemukan sesuatu. Yah, dia benar-benar menemukan sesuatu, " Garam " . Segera ia menuang minyak bekas yang beku itu kedalam piring kosong lalu ditambahkannya garam disitu. Setelah selesai segera dia menaruhnya di meja makan.
Jarum jam menunjuk arah 06.00, anak-anak sudah rapi menurut versi mereka , ...
Ibu Muransa menemui suaminya diruang tamu.
Ibu Muransa : " Pa..., sarapannya sudah siap, mari kita sarapan bersama."
Pak Muransa: ( tidak langsung menjawab, dia memandangi istrinya dengan tatapan yang begitu dalam dan penuh kasih sayang namun penuh tanda tanya, dia mematikan tembakaunya. Dia kemudian berdiri dan memegang kedua pundak istrinya. Dengan wajah sedih ) " Iya sayang, tapi... apa yang sudah kamu siapkan untuk anak- anak kita?"
Bu Muransa tak menjwab, dia malah menatap sedih suaminya lalu pergi menuju meja makan, Pak Muransa mengikuti dari belakang. Setibanya di meja makan pak M pun duduk, dia menatap piring yang berisi bekas minyak goreng itu lalu beralih memandang istri kesayangannya, berulang-ulang memandang meja makan_ memandang istrinya. Istrinya yang sejak tadi dipandanginya hanya tertunduk.
Dengan senyuman sedikit dipaksa dan sedikit berwajah bergurau ibu M pamit
" Pa... saya panggil anak-anak dulu yah, awas looo, papa jangan sekali-sekali menyentuh makanan ini, apalagi menghabiskannya sebelum mama dan anak-anak kembali kesini"
Melihat tingkah istrinya, pak M pun tersenyum dan mengangkat tangannya seperti menghormat pada bendera " Siap Ibu Bosss " . Istrinya pun bergegas menuju kamar anaknya, seiring dengan itu senyuman Pak M pun berubah kembali menjadi wajah penuh harap. dalam hati dia berdoa " Ya Allah Tuhan Yang Maha Penyayang, limpahkanlah selalu kasih sayang-Mu pada kami sekeluarga " Tanpa disadari anak sulungnya sudah berdiri dibelakang papanya dan mengaminkan dengan wajah ceria " Amin Ya Allah ".
Papanya tersentak, langsung memandangi anaknya dengan senyuman, ditariknya tangan anaknya itu lalu dipeluk dan didudukkan pada kursi disampingnya.
Pak M : ( Sambil mencubit pipinya, Pak M membelalakkan matanya ), " syukurlah kamu mengaminkan, itu artinya papa tidak akan repot-repot untuk membujukmu, karenaaa... kamu sudah setuju ."
Anak 1 : (bingung ) "Memangnya, apa yang papa doakan tadi???"
Pak M : ( Senyum-senyum mengejek) " Ada deehhh... "
Anak 1 :( Dengan Manja ) " Aaakh papa, apa sih doanya pa ? "
Pak M : " Hmmm aku berdoa semoga besok pesta pernikahanmu berjalan lancar dan aman "
Anak 1 : " Apa??? aku belum mau menikah pa, aku mau jadi sarjana dulu, kemudian bekerja dan menghasilkan uang yang banyak, kemudian akan kubangun istana untuk keluarga kita. Dengan begitu papa dan mama bisa menghabiskan masa tua dengan nyaman, papa sama mama hanya memegang tasbih dan Al Quran serta mendoakanku saja. Baaaru boleh nikah." Demikian celotehnya.