Berikut ini saya bagikan ringkasan materi untuk mempermudah siswa kelas XII Madrsah Aliyah dalam mempersiapkan diri menghadapi UAMBN mata pelajaran Aqidah Akhlak. Materi ini disusun berdasarkan kisi-kisi UAMBN.
1. Metode peningkatan kualitas aqidah:
- Melalui pembiasaan dan keteladanan : Pembiasaan dan keteladanan bisa dimulai dari keluarga . Disini menjadi seran orangtua sangat penting agar aqidah itu bisa tertanam didalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin. Keberhasilan penanaman aqidah tidak hanya menjadi tanggung jawab guru saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak . Karena itu semuanya harus terlibat. Selain itu pembiasaan hidup dengan kekuatan aqidah itu harus dilakukan secara berulang-ulang (istiqamah), agar menjadi semakin kuat imannya.
- Melalui pendidikan dan pengajaran : Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan akidah didalam hatinya. Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat syahadat dan kalimat laa ilaaha illallah sangat penting untuk menguatkan keimanan seseorang
2. Konsep tauhid menurut para Ahli :
- Syekh Muhammad Abduh : tauhid adalah ilmu yang membahas tentang segala hal yang berkaitan dengan Ketuhanan. Segala hal tentang wujud Allah, sifat Allah, dan lain sebagainya yang menjadi sebuah dalil akan keberadaan Allah. Dan dengan ilmu tauhid akan menjadikan kamu yakin akan keberadaan Allah.
- M. Qusaih Shihab tauhid itu mencakup keesaan zat, keesaan sifat, keesaan perbuatan serta keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya
bahwa Allah Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian. Karena,
bila Zat Yang Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih betapapun
kecilnya unsur atau bagian itu—maka ini berarti Dia membutuhkan unsur
atau bagian itu, atau dengan kata lain, unsur atau bagian ini merupakan
syarat bagi wujud-Nya. Adapun keesaan dalam sifat-Nya, mengandung pengertian bahwa
Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya
dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan
untuk menunjuk sifat tersebut sama. Sebagai contoh, kata rahim merupakan
sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjuk rahmat atau kasih
sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang
Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Esa dalam sifat-Nya,
sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas tersebut.Keesaan dalam perbuatan-Nya mengandung arti bahwa segala sesuatu
yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan
wujudnya, kesemuanya adalah hasil Perbuatan Allah semata.Sedangkan keesaan dalam beribadah merupakan perwujudan dari
ketiga keesaan di atas.
3. Menjelaskan tentang hikmah, iffah, syaja'ah dan 'adalah
-
Hikmah :
a. Pengertian Hikmah dan Ruang Lingkupnya
Secara bahasa al-hikmah berarti: kebijaksanaan, pendapat
atau pikiran yang bagus, pengetahuan, lsafat, kenabian, keadilan,
peribahasa (kata-kata bijak), dan al-Qur'an. Menurut Al-Maraghi
dalam kitab Tafsirnya, menjelaskan al-Hikmah sebagai perkataan yang
tepat lagi tegas yang diikuti dengan dalil-dalil yang dapat menyingkap
kebenaran. Sedangkan menurut Toha Jahja Omar; hikmah adalah
bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan kitalah
yang harus berpikir, berusaha, menyusun, mengatur cara-cara dengan
menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah sebagaimana dalam ketentuan
hukum-Nya.
Dalam kata al-hikmah terdapat makna pencegahan, dan ini meliputi
beberapa makna, yaitu:
-
1) Adil akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kezaliman.
-
2) Hilm akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam
kemarahan.
-
3) Ilmu akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kejahilan.
-
4) Nubuwwah, seorang Nabi tidak lain diutus untuk mencegah
manusia dari menyembah selain Allah, dan dari terjerumus
kedalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. al-Qur’an dan seluruh
kitab samawiyyah diturunkan oleh Allah agar manusia terhindar
dari syirik, mungkar, dan perbuatan buruk.
Lafad al-hikmah tersebut dalam al-Qur’an sebanyak dua puluh
kali dengan berbagai makna.
-
Bermakna pengajaran Al-Qur’an
“Dan apa yang telah diurunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab
(Al-Qur’an) dan al-hikmah, Allah memberikan pengajaran
( mau’iza h ) kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu “
(QS. Al-Baqarah [2] : 231)
-
Bermakna pemahaman dan ilmu
'' Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh.
dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.'' (QS. Maryam [19 ]: 12)
-
Bermakna An-Nubuwwah (kenabian). (QS.An-Nis' [4] :5 4 dan QS
d [38] : 20)
-
Bermakna al-Qur’an yang mengandung keajaiban-keajaiban dan
penuh rahasia (QS. Al-Baqarah [2] : 269)
Abdurrahman As-Sa’di menafsirkan kata Al-hikmah denganilmu-
ilmu yang bermanfaat dan pengetahuan-pengetahuan yang benar,
akal yang lurus, kecerdasan yang murni, tepat dan benar dalam hal
perkataan maupun perbuatan.”Kemudian beliau berkata, “seluruh perkara tidak akan baik
kecuali dengan al-hikmah, yang tidak lain adalah menempatkan
segala sesuatu sesuai pada tempatnya; mendudukkan perkara pada
tempatnya, mengundurkan ( waktu ) jika memang sesuai dengan
kondisinya, dan memajukan ( waktu ) jika memang sesuai dengan
yang dikehendaki.”
b. Anjuran Memiliki Hikmah
Hikmah itu adalah Setiap perkataan yang benar dan menyebabkan perbuatan yang benar. Hikmah ialah: ilmu yang bermanfaat dan
amal shaleh, kebenaran dalam perbuatan dan perkataan, mengetahui
kebenaran dan mengamalkanya.
Tidaklah cukup dalam mengamalkan ajaran agama hanya dengan al-Qur’an saja tanpa dengan al-Hikmah yang berarti as-sunnah
atau pemahaman yang benar tentang al-Qur’an, karena itulah as-
sunnah juga disebut sebagai al-hikmah. Orang yang dianugerahi
al-hikmah adalah: Orang yang mempunyai ilmu mendalam dan mampu
mengamalkannya secara nyata dalam kehidupan. Orang yang benar
dalam perkataan dan perbuatan. Orang yang menempatkan sesuatu
sesuai pada tempatnya (adil). Orang yang mampu memahami dan
menerapkan hukum Allah Swt
Setelah seseorang mendapatkan hikmah, maka baginya wajib
untuk menyampaikan atau mendakwahkannya sesuai dengan rman
Allah
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa
yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-ahl [16] : 125)
Hikmah dalam berdakwah tidak terbatas pada makna: perkataan yang
lemah lembut, pemberian motivasi, hilm ( tidak cepat emosi dan tidak
bersikap masa bodoh), halus ataupun pemaaf. Namun, hikmah juga
mencakup pemahaman yang mendalam tentang berbagai perkara
berikut hukum-hukumnya, sehingga dapat menempatkan seluruh
perkara tersebut pada tempatnya, yaitu
-
1) Dapat menempatkan perkataan yang bijak, pengajaran, serta
pendidikan sesuai dengan tempatnya. Berkata dan berbuat secara
tepat dan benar
-
2) Dapat memberi nasihat pada tempatnya
-
3) Dapat menempatkan mujadalah (dialog) yang baik pada tempatnya.
-
4) Dapat menempatkan sikap tegas
-
5) Memberikan hak setiap sesuatu, tidak berkurang dan tidak berlebih, tidak lebih cepat ataupun lebih lambat dari waktu yang
dibutuhkannya
c. Keutamaan Hikmah
-
1) memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam melaksanakan dan
membela kebenaran ataupun keadilan,
-
2) menjadikan ilmu pengetahuan sebagai bekal utama yang terus
dikembangkan,
-
3) mampu berkomunikasi denga orang lain dengan beragam pendekatan
dan bahasan,
-
4) memiliki semangat juang yang tinggi untuk mensyiarkan kebenaran
dengan beramar makruf nahi munkar,
-
5) senantisa berpikir positif untuk mencari solusi dari semua persoalan
yang dihadapi,
-
6) memiliki daya penalaran yang obyektif dan otentik dalam semua bidang
kehidupan,
-
7) orang-orang yang dalam perkataan dan perbuatannya senantiasa
selaras dengan sunnah Rasulullah
3. Membiasakan Sikap Iffah
-
Pengertian ‘Iffah
Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu-
‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik,
iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah
memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan,
merusak dan menjatuhkannya.
Iffah (al-iffah) juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara
kesucian diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, tnah,
dan memelihara kehormatan.
-
Iffah dalam Kehidupan
iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati
(qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk.
Sedangkan kesucian diri terbagi ke dalam beberapa bagian:
a) Kesucian Panca Indra; (QS. An-Nr [24] : 33)
-
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga
kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan
karunia-Nya. (QS. An-Nr [24] : 33)
b) Kesucian Jasad; (QS. Al-Azb [33] : 59)
-
'' Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak
perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: «Hendaklah mereka
mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka». yang demikian
itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS. Al-Azb [33] : 59)
c) Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain; (QS. An-Nisa [4] : 6)
'' Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk
kawin. ke mudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas
(pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka
harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim
lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di
antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri
(dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin,
Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian
apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah
kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka.
dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)''.
(QS. An-Nis' [4] : 6)
d). KesucianLisan
Dengan cara tidak berkata menyakitkan orang tua seperti firman Allah Swt.
''Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada
ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara
keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam
pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan
kepada keduanya Perkataan «ah» dan janganlah kamu membentak
mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia'' (QS. Al Isr’ [17] : 23)
c. Keutamaan Iffah
Dengan demikian, seorang yang ‘af adalah orang yang
bisa menahan diri dari perkara-perkara yang dihalalkan ataupun
diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan
menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah:.
Artinya; “Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang
aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri
dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya,
dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka
Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup
dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan
memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu
pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan
usaha-usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal
berikut:
-
1) Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan
menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan
apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada
makhluk, baik secara lisan (lisnul maqal) maupun keadaan
(lisanul hl).
-
2) Merasa cukup dengan Allah, percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa
yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupinya.
Allah itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba
menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia
bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang
disangkanya.
Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk
menjaga kehormatan diri, di antaranya:
-
1) Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakan
sunnah Rasulullah,
-
2) Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yang
jelas akhlaknya,
-
3) Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan berpakaian
secara Islami,
-
4) Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang
diperolehnya,
-
5) Menundukkan pandangan mata (ghadul bashar) dan menjaga
kemaluannya,
-
6) Tidakkhalwat(berduaan)denganlelakiatauperempuanyangbukan
mahramnya,
-
7) Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang tnah.
’Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt.
Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil,
sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan-
keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan
saat telah dewasa. Dari sifat ’iffah akan lahir sifat-sifat mulia seperti:
sabar, qana’ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji lainnya.
Ketika sifat ’iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, akan
membawa pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup
oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana
yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram.
4. Mengembangkan Sikap Syaja’ah
-
Pengertian Syaja’ah
Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya
dari kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap
berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan
berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya.
Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya
menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau
keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika
dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian dalam
mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan
sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-
mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental
seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.
-
PenerapanSyaja’ahdalamKehidupan
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu;
-
1) Rasa takut kepada Allah Swt.
-
2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia,
-
3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang
-
4) Tidak menomori satukan kekuatan materi,
-
5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah,
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau
bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir
terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang
yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’).
Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama
sekali)”
Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani
terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya.
Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat
dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.
Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang
berjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila
mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab.
Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan
tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila
mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.Keberanian terbagi kepada terpuji(al-mahmudah) dan tercela
(al-madzmumah). Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat
maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan
sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat
tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya.
Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:
-
1) Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak,
misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.
-
2) Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau
penderitaan dan menegakkan kebenaran.
Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai
berikut:
1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua
macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat
dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan,
penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada
di jalan Allah.
b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan
penguasa yang zalim.
c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh
perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur
strategi termasuk
di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah
merupakan bentuk
keberanian yang bertanggung jawab.
d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki
sifat
pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari
kambing
hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang
yang memiliki sifat
syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau
meminta maaf, bersedia
mengoreksi kesalahan dan bertanggung
jawab.
e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung
bersikap “over condence” terhadap dirinya, menganggap
dirinya baik,
hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan
serta kekurangan.
Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate”
terhadap dirinya yakni
menganggap dirinya bodoh, tidak mampu
berbuat apa-apa dan tidak
memiliki kelebihan apapun. Kedua
sikap tersebut jelas tidak proporsional
dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam
mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap
mampu ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan
amarah.
Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan
tangannya
padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk
melampiaskan
amarahnya.
c. Hikmah syaja’ah
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat
mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa
dan bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk
sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan
amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu
dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan
dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur,
meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika
seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan
sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.
5. Menegakkan Sikap ’Adalah
1. Pengertian
Pengertian adil menurut bahasa adalah sebagai berikut.
Meletakkan sesuatu pada tempatnya. Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan
yang satu dengan yang lain. Berlaku adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban secara
seimbang, tidak memihak, dan tidak merugikan pihak mana pun.
Adil dapat berarti tidak berat sebelah serta berarti sepatutnya, tidak
sewenang-wenang.
Jamil Shaliba, penulis kamus Filsafat Arab, mengatakan bahwa,
menurut bahasa adil berarti al-Istiqamah yang berarti tetap pada
pendirian, sedangkan dalam syari'at adil berarti tetap dalam pendirian
dalam mengikuti jalan yang benar serta menjauhi perbuatan yang
dilarang serta kemampuan akal dalam menundukkan hawa nafsu.
Sebagaimana firrman di bawah ini.
'' Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.
(QS. an-Nal [16] : 90
2. Bentuk-Bentuk Adil
a. Adil terhadap Allah, artinya menempatkan Allah pada tempatnya yang
benar, yakni sebagai makhluk Allah dengan teguh
melaksanakan apa
yang diwajibkan kepada kita, Sehingga
benar-benar Allah sebagai
Tuhan kita.
b. Adil terhadap diri sendiri, yaitu menempatkan diri pribadi pada
tempat
yang baik dan benar. Untuk itu kita harus teguh, kukuh
menempatkan diri
kita agar tetap terjaga dan terpelihara dalam
kebaikan dan keselamatan.
Untuk mewujudkan hal tersebut kita
harus memenuhi kebutuhan jasmani
dan rohani serta menghindari
segala perbuatan yang dapat
mencelakakan diri.
c. Adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada
tempatnya
yang sesuai, layak, dan benar. Kita harus memberikan
hak orang lain
dengan jujur dan benar tidak mengurangi sedikitpun
hak yang harus
diterimanya.
d. Adil terhadap makhluk lain, artinya dapat menempatkan makhluk
lain
pada tempatnya yang sesuai, misalnya adil kepada binatang,
harus
menempatkannya pada tempat yang layak menurut kebiasaan
binatang
tersebut.
Kedudukan dan Keutamaan adil
a. Terciptanya rasa aman dan tentram karena semua telah merasa
diperlakukan dengan adil.
b. Membentuk pribadi yang melaksanakan kewajiban dengan baik
c. Menciptakan kerukunan dan kedamaian
d. Keadilan adalah dambaan setiap orang.Alangkah bahagianya
apabilankeadilan bisa ditegakkan demi masyarakat, bangsa dan negara,
agar masyarakat merasa tentram dan damai lahir dan batin.
e. Begitu mulianya orang yang berbuat adil sehingga Allah tidak akan
menolak doanya. Demikian pula Allah sangat mengasihi orang yang
dizalimi (tidak diperlakukan secara adil) sehingga Allah
tidak akan
menolak doanya.
Kita lanjutkan pada postingan selanjutnya yah…. :)
-
- Hikmah :
a. Pengertian Hikmah dan Ruang Lingkupnya
Secara bahasa al-hikmah berarti: kebijaksanaan, pendapat
atau pikiran yang bagus, pengetahuan, lsafat, kenabian, keadilan, peribahasa (kata-kata bijak), dan al-Qur'an. Menurut Al-Maraghi dalam kitab Tafsirnya, menjelaskan al-Hikmah sebagai perkataan yang tepat lagi tegas yang diikuti dengan dalil-dalil yang dapat menyingkap kebenaran. Sedangkan menurut Toha Jahja Omar; hikmah adalah bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan kitalah yang harus berpikir, berusaha, menyusun, mengatur cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah sebagaimana dalam ketentuan hukum-Nya.Dalam kata al-hikmah terdapat makna pencegahan, dan ini meliputi beberapa makna, yaitu:-
1) Adil akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kezaliman.
-
2) Hilm akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalamkemarahan.
-
3) Ilmu akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kejahilan.
-
4) Nubuwwah, seorang Nabi tidak lain diutus untuk mencegahmanusia dari menyembah selain Allah, dan dari terjerumus kedalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. al-Qur’an dan seluruh kitab samawiyyah diturunkan oleh Allah agar manusia terhindar dari syirik, mungkar, dan perbuatan buruk.Lafad al-hikmah tersebut dalam al-Qur’an sebanyak dua puluh
kali dengan berbagai makna.-
Bermakna pengajaran Al-Qur’an
“Dan apa yang telah diurunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan al-hikmah, Allah memberikan pengajaran ( mau’iza h ) kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu “(QS. Al-Baqarah [2] : 231)
-
Bermakna pemahaman dan ilmu'' Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.'' (QS. Maryam [19 ]: 12)
-
Bermakna An-Nubuwwah (kenabian). (QS.An-Nis' [4] :5 4 dan QS d [38] : 20)
-
Bermakna al-Qur’an yang mengandung keajaiban-keajaiban dan penuh rahasia (QS. Al-Baqarah [2] : 269)Abdurrahman As-Sa’di menafsirkan kata Al-hikmah denganilmu- ilmu yang bermanfaat dan pengetahuan-pengetahuan yang benar, akal yang lurus, kecerdasan yang murni, tepat dan benar dalam hal perkataan maupun perbuatan.”Kemudian beliau berkata, “seluruh perkara tidak akan baik kecuali dengan al-hikmah, yang tidak lain adalah menempatkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya; mendudukkan perkara pada tempatnya, mengundurkan ( waktu ) jika memang sesuai dengan kondisinya, dan memajukan ( waktu ) jika memang sesuai dengan yang dikehendaki.”
b. Anjuran Memiliki Hikmah
Hikmah itu adalah Setiap perkataan yang benar dan menyebabkan perbuatan yang benar. Hikmah ialah: ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh, kebenaran dalam perbuatan dan perkataan, mengetahui kebenaran dan mengamalkanya.
Tidaklah cukup dalam mengamalkan ajaran agama hanya dengan al-Qur’an saja tanpa dengan al-Hikmah yang berarti as-sunnahatau pemahaman yang benar tentang al-Qur’an, karena itulah as-sunnah juga disebut sebagai al-hikmah. Orang yang dianugerahial-hikmah adalah: Orang yang mempunyai ilmu mendalam dan mampumengamalkannya secara nyata dalam kehidupan. Orang yang benardalam perkataan dan perbuatan. Orang yang menempatkan sesuatusesuai pada tempatnya (adil). Orang yang mampu memahami dan menerapkan hukum Allah SwtSetelah seseorang mendapatkan hikmah, maka baginya wajib untuk menyampaikan atau mendakwahkannya sesuai dengan rman AllahSerulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-ahl [16] : 125)Hikmah dalam berdakwah tidak terbatas pada makna: perkataan yang lemah lembut, pemberian motivasi, hilm ( tidak cepat emosi dan tidak bersikap masa bodoh), halus ataupun pemaaf. Namun, hikmah juga mencakup pemahaman yang mendalam tentang berbagai perkara berikut hukum-hukumnya, sehingga dapat menempatkan seluruh perkara tersebut pada tempatnya, yaitu-
1) Dapat menempatkan perkataan yang bijak, pengajaran, serta pendidikan sesuai dengan tempatnya. Berkata dan berbuat secara tepat dan benar
-
2) Dapat memberi nasihat pada tempatnya
-
3) Dapat menempatkan mujadalah (dialog) yang baik pada tempatnya.
-
4) Dapat menempatkan sikap tegas
-
5) Memberikan hak setiap sesuatu, tidak berkurang dan tidak berlebih, tidak lebih cepat ataupun lebih lambat dari waktu yang dibutuhkannya
c. Keutamaan Hikmah-
1) memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam melaksanakan danmembela kebenaran ataupun keadilan,
-
2) menjadikan ilmu pengetahuan sebagai bekal utama yang terusdikembangkan,
-
3) mampu berkomunikasi denga orang lain dengan beragam pendekatandan bahasan,
-
4) memiliki semangat juang yang tinggi untuk mensyiarkan kebenarandengan beramar makruf nahi munkar,
-
5) senantisa berpikir positif untuk mencari solusi dari semua persoalanyang dihadapi,
-
6) memiliki daya penalaran yang obyektif dan otentik dalam semua bidangkehidupan,
-
7) orang-orang yang dalam perkataan dan perbuatannya senantiasaselaras dengan sunnah Rasulullah
3. Membiasakan Sikap Iffah-
Pengertian ‘IffahSecara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu- ‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.Iffah (al-iffah) juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara kesucian diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, tnah, dan memelihara kehormatan.
-
Iffah dalam Kehidupaniffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk. Sedangkan kesucian diri terbagi ke dalam beberapa bagian:a) Kesucian Panca Indra; (QS. An-Nr [24] : 33)
-
Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS. An-Nr [24] : 33)b) Kesucian Jasad; (QS. Al-Azb [33] : 59)
-
'' Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: «Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka». yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Azb [33] : 59)c) Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain; (QS. An-Nisa [4] : 6)'' Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. ke mudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)''. (QS. An-Nis' [4] : 6)
d). KesucianLisan
Dengan cara tidak berkata menyakitkan orang tua seperti firman Allah Swt.''Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan «ah» dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia'' (QS. Al Isr’ [17] : 23)c. Keutamaan Iffah
Dengan demikian, seorang yang ‘af adalah orang yang
bisa menahan diri dari perkara-perkara yang dihalalkan ataupun diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah:.Artinya; “Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan usaha-usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal berikut:-
1) Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada makhluk, baik secara lisan (lisnul maqal) maupun keadaan (lisanul hl).
-
2) Merasa cukup dengan Allah, percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupinya. Allah itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya.Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk menjaga kehormatan diri, di antaranya:-
1) Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakansunnah Rasulullah,
-
2) Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yangjelas akhlaknya,
-
3) Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan berpakaiansecara Islami,
-
4) Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yangdiperolehnya,
-
5) Menundukkan pandangan mata (ghadul bashar) dan menjagakemaluannya,
-
6) Tidakkhalwat(berduaan)denganlelakiatauperempuanyangbukanmahramnya,
-
7) Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang tnah.’Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt.
Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan- keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa. Dari sifat ’iffah akan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji lainnya.Ketika sifat ’iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, akan membawa pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram.4. Mengembangkan Sikap Syaja’ah-
Pengertian Syaja’ahSecara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata- mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.
-
PenerapanSyaja’ahdalamKehidupanSumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu;
-
1) Rasa takut kepada Allah Swt.
-
2) Lebih mencintai akhirat daripada dunia,
-
3) Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang
-
4) Tidak menomori satukan kekuatan materi,
-
5) Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah,
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau -
bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’).Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)”Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.Keberanian terbagi kepada terpuji(al-mahmudah) dan tercela (al-madzmumah). Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya.Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:-
1) Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak,misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.
-
2) Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya ataupenderitaan dan menegakkan kebenaran.
Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:1) Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.2) Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.3) Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:a) Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan,penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia beradadi jalan Allah.b) Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapanpenguasa yang zalim.c) Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuhperhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasukdi dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentukkeberanian yang bertanggung jawab.d) Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifatpengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambinghitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang yang memiliki sifatsyaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersediamengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.e) Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderungbersikap “over condence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik,hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan.Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yaknimenganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidakmemiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsionaldan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalammengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetapmampu ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah.Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannyapadahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskanamarahnya.c. Hikmah syaja’ahDalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.5. Menegakkan Sikap ’Adalah1. PengertianPengertian adil menurut bahasa adalah sebagai berikut.Meletakkan sesuatu pada tempatnya. Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain. Berlaku adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban secara seimbang, tidak memihak, dan tidak merugikan pihak mana pun. Adil dapat berarti tidak berat sebelah serta berarti sepatutnya, tidak sewenang-wenang.Jamil Shaliba, penulis kamus Filsafat Arab, mengatakan bahwa, menurut bahasa adil berarti al-Istiqamah yang berarti tetap pada pendirian, sedangkan dalam syari'at adil berarti tetap dalam pendirian dalam mengikuti jalan yang benar serta menjauhi perbuatan yang dilarang serta kemampuan akal dalam menundukkan hawa nafsu. Sebagaimana firrman di bawah ini.'' Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. an-Nal [16] : 902. Bentuk-Bentuk Adila. Adil terhadap Allah, artinya menempatkan Allah pada tempatnya yangbenar, yakni sebagai makhluk Allah dengan teguh melaksanakan apayang diwajibkan kepada kita, Sehingga benar-benar Allah sebagaiTuhan kita.b. Adil terhadap diri sendiri, yaitu menempatkan diri pribadi pada tempatyang baik dan benar. Untuk itu kita harus teguh, kukuh menempatkan dirikita agar tetap terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan keselamatan.Untuk mewujudkan hal tersebut kita harus memenuhi kebutuhan jasmanidan rohani serta menghindari segala perbuatan yang dapatmencelakakan diri.c. Adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada tempatnyayang sesuai, layak, dan benar. Kita harus memberikan hak orang laindengan jujur dan benar tidak mengurangi sedikitpun hak yang harusditerimanya.d. Adil terhadap makhluk lain, artinya dapat menempatkan makhluk lainpada tempatnya yang sesuai, misalnya adil kepada binatang, harusmenempatkannya pada tempat yang layak menurut kebiasaan binatangtersebut.Kedudukan dan Keutamaan adila. Terciptanya rasa aman dan tentram karena semua telah merasadiperlakukan dengan adil.b. Membentuk pribadi yang melaksanakan kewajiban dengan baikc. Menciptakan kerukunan dan kedamaiand. Keadilan adalah dambaan setiap orang.Alangkah bahagianyaapabilankeadilan bisa ditegakkan demi masyarakat, bangsa dan negara,agar masyarakat merasa tentram dan damai lahir dan batin.e. Begitu mulianya orang yang berbuat adil sehingga Allah tidak akanmenolak doanya. Demikian pula Allah sangat mengasihi orang yangdizalimi (tidak diperlakukan secara adil) sehingga Allah tidak akanmenolak doanya.Kita lanjutkan pada postingan selanjutnya yah…. :) -
-
-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar