Senin, 06 Maret 2017

01. SIAP UAMBN MATA PELAJARAN AQIDAH AKHLAK

Berikut ini saya bagikan ringkasan materi untuk mempermudah siswa kelas XII Madrsah Aliyah dalam mempersiapkan diri menghadapi UAMBN mata pelajaran Aqidah Akhlak. Materi ini disusun berdasarkan kisi-kisi UAMBN.

1. Metode peningkatan kualitas aqidah: 

  • Melalui pembiasaan dan keteladanan : Pembiasaan dan keteladanan bisa dimulai dari keluarga . Disini menjadi seran orangtua sangat penting agar aqidah itu bisa tertanam didalam hati sanubari anggota keluarganya sedini mungkin. Keberhasilan penanaman aqidah tidak hanya menjadi tanggung jawab guru saja, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak . Karena itu semuanya harus terlibat. Selain itu pembiasaan hidup dengan kekuatan aqidah itu harus dilakukan secara berulang-ulang (istiqamah), agar menjadi semakin kuat imannya.
  • Melalui pendidikan dan pengajaran : Pendidikan dan pengajaran dapat dilaksanakan baik dalam keluarga, masyarakat atau lembaga pendidikan formal. Pendidikan keimanan ini memerlukan keterlibatan orang lain untuk menanamkan akidah didalam hatinya. Penanaman kalimat-kalimat yang baik seperti dua kalimat syahadat dan kalimat laa ilaaha illallah sangat penting untuk menguatkan keimanan seseorang
2. Konsep tauhid menurut para Ahli :
  • Syekh Muhammad Abduh : tauhid adalah ilmu yang membahas tentang segala hal yang berkaitan dengan Ketuhanan. Segala hal tentang wujud Allah, sifat Allah, dan lain sebagainya yang menjadi sebuah dalil akan keberadaan Allah. Dan dengan ilmu tauhid  akan menjadikan kamu yakin akan keberadaan Allah. 
  • M. Qusaih Shihab tauhid itu mencakup keesaan zat, keesaan sifat, keesaan perbuatan serta keesaan dalam beribadah kepada-Nya. Keesaan Zat mengandung pengertian bahwa seseorang harus percaya bahwa Allah Swt. tidak terdiri dari unsur-unsur, atau bagian-bagian. Karena, bila Zat Yang Maha Kuasa itu terdiri dari dua unsur atau lebih betapapun kecilnya unsur atau bagian itu—maka ini berarti Dia membutuhkan unsur atau bagian itu, atau dengan kata lain, unsur atau bagian ini merupakan syarat bagi wujud-Nya. Adapun keesaan dalam sifat-Nya, mengandung pengertian bahwa Allah memiliki sifat yang tidak sama dalam substansi dan kapasitasnya dengan sifat makhluk, walaupun dari segi bahasa kata yang digunakan untuk menunjuk sifat tersebut sama. Sebagai contoh, kata rahim merupakan sifat bagi Allah, tetapi juga digunakan untuk menunjuk rahmat atau kasih sayang makhluk. Namun substansi dan kapasitas rahmat dan kasih sayang Allah berbeda dengan rahmat makhluk-Nya. Allah Esa dalam sifat-Nya, sehingga tidak ada yang menyamai substansi dan kapasitas tersebut.Keesaan dalam perbuatan-Nya mengandung arti bahwa segala sesuatu yang berada di alam raya ini, baik sistem kerjanya maupun sebab dan wujudnya, kesemuanya adalah hasil Perbuatan Allah semata.Sedangkan keesaan dalam beribadah merupakan perwujudan dari ketiga keesaan di atas. 
3. Menjelaskan tentang hikmah, iffah, syaja'ah dan 'adalah
  • Hikmah : 

    a. Pengertian Hikmah dan Ruang Lingkupnya

    Secara bahasa al-hikmah berarti: kebijaksanaan, pendapat

    atau pikiran yang bagus, pengetahuan, lsafat, kenabian, keadilan, peribahasa (kata-kata bijak), dan al-Qur'an. Menurut Al-Maraghi dalam kitab Tafsirnya, menjelaskan al-Hikmah sebagai perkataan yang tepat lagi tegas yang diikuti dengan dalil-dalil yang dapat menyingkap kebenaran. Sedangkan menurut Toha Jahja Omar; hikmah adalah bijaksana, artinya meletakkan sesuatu pada tempatnya, dan kitalah yang harus berpikir, berusaha, menyusun, mengatur cara-cara dengan menyesuaikan kepada keadaan dan zaman, asal tidak bertentangan dengan hal-hal yang dilarang oleh Allah sebagaimana dalam ketentuan hukum-Nya.
    Dalam kata al-hikmah terdapat makna pencegahan, dan ini meliputi beberapa makna, yaitu:
    1. 1)  Adil akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kezaliman.
    2. 2)  Hilm akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam
      kemarahan.
    3. 3)  Ilmu akan mencegah pelakunya dari terjerumus ke dalam kejahilan.
    4. 4)  Nubuwwah, seorang Nabi tidak lain diutus untuk mencegah
      manusia dari menyembah selain Allah, dan dari terjerumus kedalam kemaksiatan serta perbuatan dosa. al-Qur’an dan seluruh kitab samawiyyah diturunkan oleh Allah agar manusia terhindar dari syirik, mungkar, dan perbuatan buruk.
      Lafad al-hikmah tersebut dalam al-Qur’an sebanyak dua puluh
    kali dengan berbagai makna.
    1. Bermakna pengajaran Al-Qur’an


      “Dan apa yang telah diurunkan Allah kepadamu yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan al-hikmah, Allah memberikan pengajaran ( mau’iza h ) kepadamu dengan apa yang diturunkannya itu “
      (QS. Al-Baqarah [2] : 231)

    2. Bermakna pemahaman dan ilmu
      '' Hai Yahya, ambillah Al kitab (Taurat) itu dengan sungguh-sungguh. dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak.'' (QS. Maryam [19 ]: 12)
    3. Bermakna An-Nubuwwah (kenabian). (QS.An-Nis' [4] :5 4 dan QS d [38] : 20)
    4. Bermakna al-Qur’an yang mengandung keajaiban-keajaiban dan penuh rahasia (QS. Al-Baqarah [2] : 269)
      Abdurrahman As-Sa’di menafsirkan kata Al-hikmah denganilmu- ilmu yang bermanfaat dan pengetahuan-pengetahuan yang benar, akal yang lurus, kecerdasan yang murni, tepat dan benar dalam hal perkataan maupun perbuatan.”Kemudian beliau berkata, “seluruh perkara tidak akan baik kecuali dengan al-hikmah, yang tidak lain adalah menempatkan segala sesuatu sesuai pada tempatnya; mendudukkan perkara pada tempatnya, mengundurkan ( waktu ) jika memang sesuai dengan kondisinya, dan memajukan ( waktu ) jika memang sesuai dengan yang dikehendaki.”

      b. Anjuran Memiliki Hikmah

                Hikmah itu adalah Setiap perkataan yang benar dan menyebabkan perbuatan yang benar. Hikmah ialah: ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh, kebenaran dalam perbuatan dan perkataan, mengetahui kebenaran dan mengamalkanya.

               Tidaklah cukup dalam mengamalkan ajaran agama hanya dengan al-Qur’an saja tanpa dengan al-Hikmah yang berarti as-sunnah
      atau pemahaman yang benar tentang al-Qur’an, karena itulah as-
      sunnah juga disebut sebagai al-hikmah. Orang yang dianugerahi
      al-hikmah adalah: Orang yang mempunyai ilmu mendalam dan mampu
      mengamalkannya secara nyata dalam kehidupan. Orang yang benar
      dalam perkataan dan perbuatan. Orang yang menempatkan sesuatu
      sesuai pada tempatnya (adil). Orang yang mampu memahami dan menerapkan hukum Allah Swt
      Setelah seseorang mendapatkan hikmah, maka baginya wajib untuk menyampaikan atau mendakwahkannya sesuai dengan rman Allah
      Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. An-ahl [16] : 125)
      Hikmah dalam berdakwah tidak terbatas pada makna: perkataan yang lemah lembut, pemberian motivasi, hilm ( tidak cepat emosi dan tidak bersikap masa bodoh), halus ataupun pemaaf. Namun, hikmah juga mencakup pemahaman yang mendalam tentang berbagai perkara berikut hukum-hukumnya, sehingga dapat menempatkan seluruh perkara tersebut pada tempatnya, yaitu 
      1. 1)  Dapat menempatkan perkataan yang bijak, pengajaran, serta pendidikan sesuai dengan tempatnya. Berkata dan berbuat secara tepat dan benar
      2. 2)  Dapat memberi nasihat pada tempatnya
      3. 3)  Dapat menempatkan mujadalah (dialog) yang baik pada tempatnya.
      4. 4)  Dapat menempatkan sikap tegas
      5. 5)  Memberikan hak setiap sesuatu, tidak berkurang dan tidak  berlebih, tidak lebih cepat ataupun lebih lambat dari waktu yang dibutuhkannya
      c. Keutamaan Hikmah
      1. 1)  memiliki rasa percaya diri yang tinggi dalam melaksanakan dan    
             membela kebenaran ataupun keadilan,
      2. 2) menjadikan ilmu pengetahuan sebagai bekal utama yang terus  
             dikembangkan,
      3. 3)  mampu berkomunikasi denga orang lain dengan beragam pendekatan 
              dan bahasan,
      4. 4)  memiliki semangat juang yang tinggi untuk mensyiarkan kebenaran 
              dengan beramar makruf nahi munkar,
      5. 5)  senantisa berpikir positif untuk mencari solusi dari semua persoalan 
             yang dihadapi,
      6. 6)  memiliki daya penalaran yang obyektif dan otentik dalam semua bidang 
             kehidupan,
      7. 7)  orang-orang yang dalam perkataan dan perbuatannya senantiasa 
              selaras dengan sunnah Rasulullah
      3. Membiasakan Sikap Iffah
      1. Pengertian ‘Iffah
        Secara etimologis, ‘iffah adalah bentuk masdar dari affa-ya’iffu- ‘iffah yang berarti menjauhkan diri dari hal-hal yang tidak baik, iffah juga berarti kesucian tubuh. Secara terminologis, iffah adalah memelihara kehormatan diri dari segala hal yang akan merendahkan, merusak dan menjatuhkannya.
        Iffah (al-iffah) juga dapat dimaknai sebagai usaha untuk memelihara kesucian diri (al-iffah) adalah menjaga diri dari segala tuduhan, tnah, dan memelihara kehormatan.
      2. Iffah dalam Kehidupan
        iffah hendaklah dilakukan setiap waktu agar tetap berada dalam keadaan kesucian. Hal ini dapat dilakukan dimulai memelihara hati (qalbu) untuk tidak membuat rencana dan angan-angan yang buruk. Sedangkan kesucian diri terbagi ke dalam beberapa bagian: 
                a)  Kesucian Panca Indra; (QS. An-Nr [24] : 33)
        1. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. (QS. An-Nr [24] : 33)
          b)  Kesucian Jasad; (QS. Al-Azb [33] : 59)



        '' Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: «Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka». yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Azb [33] : 59)

        c) Kesucian dari Memakan Harta Orang Lain; (QS. An-Nisa [4] : 6)
        '' Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. ke mudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu)''. (QS. An-Nis' [4] : 6)


        d). KesucianLisan

        Dengan cara tidak berkata menyakitkan orang tua seperti firman Allah Swt.
        ''Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan «ah» dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia'' (QS. Al Isr’ [17] : 23) 

        c. Keutamaan Iffah

        Dengan demikian, seorang yang ‘af adalah orang yang

        bisa menahan diri dari perkara-perkara yang dihalalkan ataupun diharamkan walaupun jiwanya cenderung kepada perkara tersebut dan menginginkannya. Sebagaimana sabda Rasulullah:.
        Artinya; “Apa yang ada padaku dari kebaikan (harta) tidak ada yang aku simpan dari kalian. Sesungguhnya siapa yang menahan diri dari meminta-minta maka Allah akan memelihara dan menjaganya, dan siapa yang menyabarkan dirinya dari meminta-minta maka Allah akan menjadikannya sabar. Dan siapa yang merasa cukup dengan Allah dari meminta kepada selain-Nya maka Allah akan memberikan kecukupan padanya. Tidaklah kalian diberi suatu pemberian yang lebih baik dan lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

               Agar seorang mukmin memiliki sikap iffah, maka harus melakukan usaha-usaha untuk membimbing jiwanya dengan melakukan dua hal berikut: 
        1. 1)  Memalingkan jiwanya dari ketergantungan kepada makhluk dengan menjaga kehormatan diri sehingga tidak berharap mendapatkan apa yang ada di tangan mereka, hingga ia tidak meminta kepada makhluk, baik secara lisan (lisnul maqal) maupun keadaan (lisanul hl).
        2. 2)  Merasa cukup dengan Allah, percaya dengan pencukupan-Nya. Siapa yang bertawakal kepada Allah, pasti Allah akan mencukupinya. Allah itu mengikuti persangkaan baik hamba-Nya. Bila hamba menyangka baik, ia akan beroleh kebaikan. Sebaliknya, bila ia bersangka selain kebaikan, ia pun akan memperoleh apa yang disangkanya.

          Untuk mengembangkan sikap ‘iffah ini, maka ada beberapa hal
        yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh seorang muslim untuk menjaga kehormatan diri, di antaranya:
        1. 1)  Selalu mengendalikan dan membawa diri agar tetap menegakan
          sunnah Rasulullah,
        2. 2)  Senantiasa mempertimbangkan teman bergaul dengan teman yang
          jelas akhlaknya,
        3. 3)  Selalau mengontrol diri dalam urusan makan, minum dan berpakaian
          secara Islami,
        4. 4)  Selalu menjaga kehalalan makanan, minuman dan rizki yang
          diperolehnya,
        5. 5)  Menundukkan pandangan mata (ghadul bashar) dan menjaga
          kemaluannya,
        6. 6)  Tidakkhalwat(berduaan)denganlelakiatauperempuanyangbukan
          mahramnya,
        7. 7)  Senantiasa menjauh diri dari hal-hal yang dapat mengundang tnah.
          Iffah merupakan akhlak paling tinggi dan dicintai Allah Swt.
        Oleh sebab itulah sifat ini perlu dilatih sejak anak-anak masih kecil, sehingga memiliki kemampuan dan daya tahan terhadap keinginan- keinginan yang tidak semua harus dituruti karena akan membahayakan saat telah dewasa. Dari sifat ’iffah akan lahir sifat-sifat mulia seperti: sabar, qana’ah, jujur, santun, dan akhlak terpuji lainnya.
        Ketika sifat ’iffah ini sudah hilang dari dalam diri seseorang, akan membawa pengaruh buruk dalam diri seseorang, akal sehat akan tertutup oleh nafsu syahwatnya, ia sudah tidak mampu lagi membedakan mana yang benar dan salah, mana baik dan buruk, yang halal dan haram.

        4. Mengembangkan Sikap Syaja’ah
        1. Pengertian Syaja’ah
          Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
          Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata- mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.

        2. PenerapanSyaja’ahdalamKehidupan
          Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu;

          1. 1)  Rasa takut kepada Allah Swt.
          2. 2)  Lebih mencintai akhirat daripada dunia,
          3. 3)  Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang
          4. 4)  Tidak menomori satukan kekuatan materi,
          5. 5)  Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah,

          Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau
        bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). 
        Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim ‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)”
               Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.
               Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.Keberanian terbagi kepada terpuji(al-mahmudah) dan tercela (al-madzmumah). Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya.

        Syaja’ah dapat dibagi menjadi dua macam:
        1. 1)  Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak,
          misalnya keberanian dalam medan tempur di waktu perang.
        2. 2)  Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau
          penderitaan dan menegakkan kebenaran.

        Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
        1)  Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
        2)  Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
        3)  Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa. 

        Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
        a)  Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, 
             penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada 
             di jalan Allah.  
        b)  Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan 
             penguasa yang zalim.
        c)  Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh 
           perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk
            di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk  
            keberanian yang bertanggung jawab. 
        d)  Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat 
             pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambing 
            hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang yang memiliki sifat  
          syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia 
           mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.
        e)  Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung 
            bersikap “over condence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, 
            hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan. 
            Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yakni 
            menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak 
           memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional 
           dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam
           mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
        f) Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap 
           mampu ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah. 
          Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannya  
          padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan 
          amarahnya.

        c. Hikmah syaja’ah
                   Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.
              Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.
        5. Menegakkan Sikap ’Adalah 
        1. Pengertian
                       Pengertian adil menurut bahasa adalah sebagai berikut.
        Meletakkan sesuatu pada tempatnya. Adil juga berarti tidak berat sebelah, tidak memihak, atau menyamakan yang satu dengan yang lain. Berlaku adil adalah memperlakukan hak dan kewajiban secara seimbang, tidak memihak, dan tidak merugikan pihak mana pun. Adil dapat berarti tidak berat sebelah serta berarti sepatutnya, tidak sewenang-wenang.
               Jamil Shaliba, penulis kamus Filsafat Arab, mengatakan bahwa, menurut bahasa adil berarti al-Istiqamah yang berarti tetap pada pendirian, sedangkan dalam syari'at adil berarti tetap dalam pendirian dalam mengikuti jalan yang benar serta menjauhi perbuatan yang dilarang serta kemampuan akal dalam menundukkan hawa nafsu. Sebagaimana firrman di bawah ini. 
        '' Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS. an-Nal [16] : 90
        2. Bentuk-Bentuk Adil
        a. Adil terhadap Allah, artinya menempatkan Allah pada tempatnya yang 
            benar, yakni sebagai makhluk Allah dengan teguh melaksanakan apa   
            yang diwajibkan kepada kita, Sehingga benar-benar Allah sebagai 
            Tuhan kita.
        b. Adil terhadap diri sendiri, yaitu menempatkan diri pribadi pada tempat
            yang baik dan benar. Untuk itu kita harus teguh, kukuh menempatkan diri 
            kita agar tetap terjaga dan terpelihara dalam kebaikan dan keselamatan.   
            Untuk mewujudkan hal tersebut kita harus memenuhi kebutuhan jasmani 
            dan rohani serta menghindari segala perbuatan yang dapat 
            mencelakakan diri.
        c. Adil terhadap orang lain, yakni menempatkan orang lain pada tempatnya  
            yang sesuai, layak, dan benar. Kita harus memberikan hak orang lain 
            dengan jujur dan benar tidak mengurangi sedikitpun hak yang harus 
            diterimanya.
        d. Adil terhadap makhluk lain, artinya dapat menempatkan makhluk lain 
            pada tempatnya yang sesuai, misalnya adil kepada binatang, harus 
            menempatkannya pada tempat yang layak menurut kebiasaan binatang 
            tersebut.

        Kedudukan dan Keutamaan adil
        a. Terciptanya rasa aman dan tentram karena semua telah  merasa 
            diperlakukan dengan adil.
        b. Membentuk pribadi yang melaksanakan kewajiban dengan baik
        c. Menciptakan kerukunan dan kedamaian
        d. Keadilan adalah dambaan setiap orang.Alangkah bahagianya 
            apabilankeadilan bisa ditegakkan demi masyarakat, bangsa dan negara, 
             agar masyarakat merasa tentram dan damai lahir dan batin.
        e. Begitu mulianya orang yang berbuat adil sehingga Allah tidak akan 
             menolak doanya. Demikian pula Allah sangat mengasihi orang yang 
             dizalimi (tidak diperlakukan secara adil) sehingga Allah tidak akan 
              menolak doanya.

        Kita lanjutkan pada postingan selanjutnya yah…. :)






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

SEOLAH AMNESIA

Pernah, dia menulis banyak hal Pernah, begitu mudah baginya menemukan ispirasi  untuk menuliskan hal yang positif Saat ini  Tak akan pernah ...