PERAN PEREMPUAN DALAM
PEMBENTUKAN KARAKTER ANAK
Oleh : Hj.Andi Kurnia
Muin, S.Pd.I
(Guru MAN Mamuju)
Disadari
bersama, bahwa perempuan adalah makhluk yang lemah, karena itu tanpa kekuatan
dan kreativitas, rasanya mustahil perempuan bisa mengolah segalanya menjadi
‘emas’, yakni menghikmahi, mengarifi dan mengelola apa yang hadir dihadapan
kita, sehingga menjadi sesuatu yang
bernilai dan bermakna. Sebagaimana dikatakan Emha Ainun Najib dalam Surat Kepada Kanjeng Nabi ‘ menggenggam tanah menjadi emas’. Dalam ungkapan ini , kita dapat menafsirkan
bahwa apapun yang ada didepan kita jika kita olah dengan baik maka itu akan
menjadi sesuatu yang sangat berharga.
Disisi
kaum pria, perempuan adalah penegak kokohnya sebuah bangunan, apakah bangunan
itu berupa keluarga atau bangunan itu berupa negara. Dengan demikian bisa
dikatakan bahwa perempuan termasuk unsur pendukung kesuksesan sebuah kepemimpinan.
Persoalan
kepemimpinan adalah persoalan yang sangat penting dan strategis, karena ia
sangat menentukan nasib sebuah keluarga, kelompok, masyarakat dan bangsa.
Sejarah telah membuktikan bahwa diantara ciri masyarakat yang unggul dan
menguasai peradaban adalah masyarakat yang memiliki pemimpin yang berwibwa,
tegas, adil, dan mampu menghadirkan perubahan kearah yang lebih baik dan yang
terpenting lagi adalah adanya pemimpin yang bermoral dan berakhlak mulia.
Untuk
mendapatkan pemimpin yang seperti itu, perlu melakukan berbagai strategi dalam
pembinaan anak-anak bangsa sejak dini. Apalagi untuk era seperti sekarang ini, sudah
sangat sulit untuk mendapatkan pemimpin dengan ciri-ciri seperti itu. Hal ini
memicu kita untuk melakukan suatu strategi untuk merubah dan membentuk kembali
karakter anak bangsa yang telah larut dalam polusi pergaulan modern. Sebuah ayat Al Qur’an dapat dijadikan
inspirasi dan motifasi serta semangat untuk merubah dan membentuk karakter dan
akhlak anak bangsa yang terdapat pada surah Ar-Ra’d/13:11) : “ Innallaha laa yughayyiru maa bi qaumin
hattaa yu ghayyiruu maa bi anfusihim “ atrinya : “ Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum
mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri “
Ayat ini merupakan janji Allah kepada siapa saja yang
ingin berusaha menjadi lebih baik maka akan diberikan hasil yang lebih baik
pula oleh Allah.
Jika
berkaitan dengan anak, maka keluargalah yang memiliki peran penting untuk
melakukan pembentukan karakter sejak dini dan mengubah karakter, mental dan
akhlak anak kearah yang lebih baik. Keluarga adalah komunitas terkecil dalam
struktur masyarakat. Didalamnya ada suami (ayah), istri (ibu) dan anak-anak.
Orang tua adalah lingkungan social pertama yang ditemui dalam dunia nyata
(‘alam Syahaadah). Apa yang dialami bersama-sama keluarga yang terjadi secara
berulang secara perlahan akan diserap menjadi kebiasaan , seperti cara
bertutur, bertingkah laku, bersosialisasi dengan manusia lain dan bahkan cara
beribadah.
Keluarga
sebagai komunitas pertama yang ditemui seorang anak yang baru lahir akan
berfungsi sebagai media transformasi nilai-nilai baik disadari maupun tidak
yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan dan perkembangan anak itu.
Transformasi ini umumnya bersifat informal karena keseluruhan interaksi menjadi
ajang pembentukan sikap dan kepribadian dikemudian hari. Itulah sebabnya
Rasulullah saw mengingatkan betapa peran orang tua (keluarga) dalam membentuk
akidah dan akhlak seorang anak pada awal kehidupannya sangat menentukan.
Akhir-akhir
ini kita sering dikagetkan oleh berita disejumlah media massa yang membuat kita
merinding. Seorang anak yang penurut tega menghabisi nyawa ibunya sendiri,
seorang anak melakukan pemerkosaan pada teman sekelasnya, seorang remaja
sekarat dihakimi warga karena melakukan kasus begal, seorang siswa membuang
bayi yang baru dilahirkannya dijalanan dan sejumlah kasus kriminal lain yang
melibatkan anak dibawah umur. Otak kita musti bertanya-tanya, bagaimana semua
ini bisa terjadi? Pendidikan macam apa yang diberikan orang tua kepada anaknya
sehingga lahir manusia pemerkosa, manusia begal, manusia pembunuh dan manusia-manusia
biadab yang lain?
Dalam rangkaian fenomena menyedihkan
itu, tampaknya ada yang mesti kita cermati. Ada yang perlu kita telisik lebih
dalam. Rasanya ada sesuatu yang salah dibalik rangkaian fakta menyedihkan itu.
Kenyataan-kenyataan itu pada akhirnya menyadarkan kita akan peran ibu dalam
mendidik dan membentuk karakter anak-anak bangsa. Sebagai seorang ibu, kita
harus menyadari bahwa anak itu lahir dengan membawa perilaku-perilaku alami .
Perilaku alami ini sangat memungkinkan untuk menjadi apapun sesuai dengan
keinginan dunia. Disaat dunia menjadi harum oleh akhlakul karimah, maka disitu
akan terbentuk perilaku yang baik. Tetapi disaat dunia goyah dengan perilaku
amoral, disaat itu juga perilaku alami itu akan berubah menjadi tak bermoral.
Dari
sini sangat penting bagi orang tua khususnya bagi seorang ibu untuk membentengi
anaknya melalui pemberian contoh yang baik dalam perilaku sehari-hari dengan
berbagai pendekatan cinta dan akhlakul karimah. Karena ibulah yang selalu
berada disamping anaknya sejak lahir sampai beranjak dewasa. Ada ungkapan yang menyebutkan “ al ummu madrasatul uula’ (ibu adalah
sekolah pertama) untuk menunjukkan betapa peran ibu sangat strategis dalam
mendidik anak-anaknya diawal kehidupan mereka. Orang yang pertama yang sudah
pasti ditemui oleh seorang anak yang lahir kedunia ini adalah ibunya. Karena
kita ketahui bersama bahwa peran seorang
ibu selain mengandung, melahirkan dan menyusui, juga berperan untuk merawat dan
membesarkan anak. Merawat dan membesarkan anak tidak terbatas pada kebutuhan
fisik semata, tetapi yang terpenting adalah bagaimana mengisi jiwanya dengan
akidah yang kokoh dan akhlak yang baik sehingga mampu menjalankan syariat agama
dalam kehidupan sehari-hari secara konsisten, baik yang diklasifikasikan sebagai
hablummilallah maupun hablumminannas.
Membimbing anak agar memamahami berbagai hal dalam kehidupan, terutama akidah
dan akhlak adalah sangat penting. Seperti yang diceritakan dalam Al Qur’an
surah Lukman/31: 12-19 tentang bagaimana Luqman kepada anak-anaknya,
mencerminkan tanggung jawab orang tua dalam mewujudkan geserasi yang berakidah
dan berakhlak mulia.
Jika
keluarga khususnya ibu adalah wadah pendidikan pertama dan utama , maka sekolah
adalah wadah pendidikan yang kedua. Keduanya saling melengkapi satu sama lain
bagaikan dua sisi mata uang. Jika anak dididik dalam keluarga saja maka ia akan
sulit bersosialisasi dengan teman-temannya, dan jika anak hanya dididik
disekolah saja, maka ikatan emosi dengan orang tua, biasanya berkurang sebab tidak ada
perhatian.
Sebagai kesimpulan, pertama adalah seorang ibu merupakan
pembentuk pondasi masa depan anak melalui pembentukan karakter. Baik buruknya
karakter anak sangat tergantung pada pendidikan pertama dan utama yang
diperoleh dari ibunya. Kedua, kekokohan
akidah seorang anak sangat tergantung pada apa yang diajarkan oleh orang tuanya.
Ketiga, didalam keluarga ada
pendidikan dan didalam pendidikan ada keluarga. Seorang ibu harus bisa menjadi
guru bagi anak-anaknya begitu pula sebaliknya, seorang guru harus mampu menjadi
orang tua bagi murid-muridnya.
Singkatnya Parenting is teaching,
teaching is parenting.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar